Potongan Aplikasi 20% Bikin Mitra Ojol Buntung, Bukan Untung: Di Balik Kilau Tarif Naik

 

Jakarta, 22 Mei 2025Di tengah kabar kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 20%, muncul keresahan baru dari para mitra pengemudi. Bukannya mendapat untung lebih, justru potongan dari aplikasi sebesar 20% membuat mereka kembali buntung. Kenaikan tarif yang semestinya menjadi angin segar, ternyata hanya ilusi bagi sebagian besar driver.

Tarif Naik, Potongan Juga Tetap Tinggi

Setelah pemerintah menaikkan tarif dasar ojol, harapan para driver melonjak. Namun, potongan platform yang tetap sebesar 20% dari total pendapatan membuat mereka nyaris tidak merasakan perubahan. Dalam skema yang ada saat ini, setiap Rp10.000 yang dibayarkan penumpang, driver hanya membawa pulang Rp8.000.

"Kami yang panas-panasan di jalan, tapi platform yang panen," ujar Dedi (34), pengemudi ojol di Bekasi.

Biaya Operasional Terus Naik

  • Pengemudi ojol bukan hanya menghadapi potongan besar dari aplikasi, tetapi juga beban operasional yang terus meningkat. Mulai dari:
  • Harga BBM yang fluktuatif
  • Biaya servis dan suku cadang motor
  • Cicilan kendaraan dan asuransi
  • Kebutuhan harian seperti makan di jalan

Ketika semua itu dikalkulasikan, keuntungan bersih bisa di bawah Rp100 ribu sehari, bahkan setelah bekerja 10–12 jam.

Persentase Potongan Dinilai Tidak Adil

Potongan 20% dari aplikasi dianggap tidak proporsional, mengingat pengemudi menanggung hampir seluruh beban operasional. Asosiasi Driver Ojol Nasional (ADON) mendesak pemerintah dan perusahaan aplikator untuk meninjau ulang skema potongan tersebut.

"Kalau aplikator tetap ambil 20% dan tidak ikut menanggung risiko operasional, ini bukan kemitraan yang sehat," tegas Ketua ADON, Farid Mahendra.

Solusi yang Diinginkan Driver

Para mitra driver menuntut agar:

  • Potongan diturunkan menjadi maksimal 10%.
  • Aplikator menyediakan insentif transparan dan adil.
  • Pemerintah ikut mengawasi skema kemitraan digital agar tidak ada eksploitasi.
Apa Kata Ekonom Digital?
Dr. Nabila Yusuf, pengamat ekonomi digital dari Universitas Indonesia, menilai bahwa "potongan besar dari aplikasi menciptakan ketimpangan struktural dalam model bisnis gig economy. Keseimbangan antara profit platform dan kesejahteraan mitra harus diperbaiki jika ingin keberlanjutan jangka panjang."

Kesimpulan: Saatnya Evaluasi Sistem Kemitraan Digital
Kenaikan tarif hanyalah sebagian dari solusi. Jika potongan platform tetap tinggi dan tidak ada transparansi insentif, mitra pengemudi tetap menjadi pihak yang paling dirugikan dalam rantai ekosistem transportasi digital.

Posting Komentar

© Yoloker. All rights reserved. Premium By Raushan Design